Siti, seorang ibu muda yang tinggal di sebuah desa kecil, sedang dilanda kegelisahan. Suaminya, Ahmad, telah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dia tidak bisa bekerja lagi. Anak-anak mereka masih kecil dan butuh biaya untuk makan dan sekolah. Siti merasa tertekan dengan beban ekonomi yang semakin berat.
Dengan segudang masalah yang dihadapi Siti dan keluarga, akhirnya Siti memutuskan untuk meminjam kepada lintah darat yang terkenal Kejam apabila telat membayar apalagi tidak bisa membayar, bisa-bisa nyawa yang jadi taruhannya.
Hari-hari pun berlalu setelah Siti mempunyai uang untuk biaya hidup keluarganya. Disaat tanggal jatuh tempo pembayaran, siti terlalu terlena dengan kehidupannya dan lupa akan kewajibannya membayar utang-utang pinjamannya, Siti pun akhirnya tidak bisa membayar dan mendapat ancaman dari lintah darat tersebut bahwa suami dan anaknya akan dibunuh secara sadis didepan mata Siti.
Suatu hari, Siti mendengar kabar tentang sebuah tarian misterius yang disebut “tari pamungkas pencabut nyawa”. Konon, tarian ini dapat menghipnotis siapa saja yang melihatnya untuk menghabiskan semua hartanya. Namun, ada juga cerita menyeramkan yang menyebutkan bahwa penari yang memainkan tarian ini akan mati 3 hari setelah pementasan.
Meskipun mengetahui risikonya, Siti merasa terdesak untuk mencoba tarian ini. Dia tidak ingin melihat suaminya dan anak-anaknya menderita dan terancam. Dengan hati yang berat, Siti memutuskan untuk belajar dan memainkan tarian tersebut.
Setelah beberapa minggu berlatih di Kampung Angin, akhirnya tiba saatnya bagi Siti untuk menari di hadapan pejabat-pejabat desa. Dengan berpakaian serba hitam dan wajah yang tertutup oleh kain hitam, Siti memulai tarian yang menyeramkan dan misterius. Gerakan-gerakannya yang lincah dan memikat membuat semua penonton terpaku dan terbius.
Sementara itu, Siti merasakan kekuatan yang aneh mengalir dalam tubuhnya. Dia merasa seperti sedang berada di alam lain, di mana semua masalahnya tidak lagi ada. Namun, dia juga merasakan kelemahan yang tak terelakan. Tubuhnya semakin lemah, matanya semakin sayu dan kulitnya pun semakin keriput.
Setelah selesai menari, Siti langsung pingsan di atas panggung. Orang-orang desa yang menyaksikan tarian ini bingung dan panik. Mereka membawa Siti ke rumahnya dan memanggil dukun setempat. Sang Dukun pun angkat tangan untuk permasalahan Siti ini karena terlilit oleh perjanjian yang teramat sangat kuat sehingga akan memakan nyawa siapa saja yang mengusiknya.
Ternyata, tarian itu benar-benar memakan nyawa Siti. Dia meninggal 3 hari setelah pementasan tarian tersebut. Namun, selama 3 hari Siti sekarat dan tidak sadarkan diri, para pejabat desa dan masyarakat yang ikut menyaksikan siti berbondong-bondong mengantarkan harta benda nya kerumah Siti, ada yang berupa uang, emas perhiasan sampai surat-surat berharga.
Ahmad dan anaknya sangat terpukul dengan kejadian ini, terutama Ahmad yang sangat merasa bersalah kepada Siti karena menanggung beban keluarga seorang diri dan akhirnya mengambil jalan yang kurang baik sampai-sampai merenggut nyawanya sendiri.
Ahmad dan keluarga pun akhirnya hidup tentram, berkecukupan dan bebas dari hutang, Sedangkan Tari Pamungkas Pencabut nyawa tetap eksis keberadaannya di Kampung Angin. Jadi bukan Tariannya yang salah, tapi memang kehidupan manusia selalu dihadapkan dengan pilihan, maka pakailah ilmu untuk menentukan jalan di persimpangan ini.